Senin, 08 November 2010

GHANIMAH

Yang dimaksud dengan anfal tiada lain adalah ghanimah (QS Al Anfal: 1). Ibnu Abbas dan Mujahid berpendapat bahwa anfal adalah ghanimah, yakni segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui perang penaklukan. Pihak yang berwenang mendistribusikan ghanimah adalah Rasulullah saw dan para khalifah setelah beliau. Rasulullah saw telah membagikan ghanimah Bani Nadhir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada Anshar, kecuali Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah, karena keduanya fakir. Rasulullah saw juga memberikan ghanimah kepada muallaf pada perang Hunain dalam jumlah yang besar. Hal tersebut juga terjadi pada kurun Khulafaur Rasyidin. Khalifah berhak membagikan ghanimah kepada pasukan perang, ia juga dapat mengumpulkannya bersama fa’ii, jizyah dan kharaj untuk dibelanjakan demi terwujudnya kemaslahatan kaum muslimin.
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa [615] yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Anfaal (8): 41)
Cara Pembagian Harta Ghonimah Dan Fai
Saya pernah bertanya kepada Syaikh kami, Abdul Qodir (bin Abdul Aziz, pent) tentang masalah ini ketika era Jihad Afghan, bagaimanakah pembagian harta ghonimah antar pasukan Mujahidin yang berhasil mendapatkan ghonimah. Maka beliau menjawab (point a-c):
a. Kaidah utama dalam pembagian ghonimah adalah seperti yang ditetapkan Al-Quran (Untuk Alloh seperlimanya…), caranya: 20 % dari total harta ghonimah diletakkan di Baitul Mal kaum Muslimin. Sedangkan 80% sisanya dibagikan kepada kelompok Mujahidin yang memperoleh ghonimah tersebut.
b. Ketika ada kesepakatan tentang sistem pembagian antara anggota tim pasukan yang berjihad sebelum meraih harta ghonimah, maka kesepakatan itu harus mereka laksanakan dengan adil. Namun, jatah yang disalurkan untuk kepentingan jihad dan kaum Muslimin tidak boleh kurang dari seperlima (20%). Jika mereka rela untuk menambahnya sebelum menjalankan operasi, silahkan mereka memberi tambahan sesuai kesepakatan, karena mungkin untuk memenuhi keperluan tandzim atau pasukan mereka dalam urusan-urusan jihad.
c. Jika tim pasukan beroperasi dengan dukungan kekuatan dari tandzim atau kelompok pasukan lain yang turut mensuplai kebutuhan umum, baik logistik, senjata, survei, informasi dan kebutuhan lainnya, maka semua anggota tandzim terkait diberi jatah dalam jumlah sesuai kesepakatan saling ridho yang dilakukan antar jajaran petinggi tandzim-tandzim tersebut.
d. Pembagian 20% yang diberikan kepada Baitul Mal adalah untuk : 4% imam, 4% fuqarah dan masakin(kaum fakir miskin), 4% mashalihul’l muslimin(untuk kemaslahatan kaum muslimin), 4% ibnu’ssabil, 4% yatama(anak-anak yatim).
Syarat dibolehkannya merampas dan mengambil harta orang kafir untuk dijadikan ghonimah atau fa’I haruslah di darul harbi. Di dalam kitab al wajiz syarhul wajiz di sana dinyatakan; bahwasanya apabila ada salah seorang masuk ke negeri harbi secara sembunyi-sembunyi dan mengambil harta dengan mencuri maka itu adalah menjadi milik bagi siapa yang mengambilnya tersebut secara khusus. Di sana juga dinukilkan dari kitab tahdzib bahwasanya; apabila ada satu orang masuk ke negeri harbi dan mengambil harta mereka dengan melalui perang maka ia jadi ghonimah dan diambil darinya seperlimanya dan sisanya untuknya, dan apabila ia mengambilnya dengan cara sembunyi-sembunyi kemudian dia lari maka ia jadi miliknya secara khusus tidak diambil darinya seperlima. Ini bentuk dari aksi pencurian karena mengambil harta orang kafir dengan cara sembunyi-sembunyi. [Al’aziz syarhul wajiz, hal.420]

Tidak ada komentar: